SANTAP
MENGUDAP KENANGAN DI GUMARANG
#Suasana Restoran
INDONIKMAT.com – KOMPAS, MINGGU,
24 MEI 2015 | OLEH MOHAMAD HILMI FAIQ/PUTU FAJAR ARCANA
Restoran Gumarang selalu menjadi
tujuan utama warga Padang Panjang dan para pendatang. Lokasinya di
tengah-tengah pasar tradisional, membuatnya mudah dijangkau. Sesungguhnya
tujuan pertama-tama pengunjung bukan sekadar mencicipi menu-menu yang unik,
tetapi sekaligus mengudap kenangan. Di sini jejak-jejak Minang seperti
mengkristal dalam mangkuk-mangkuk, wadah kudapan yang hampir selalu bergula dan
bersantan.
Sebutlah menu paling favorit
ampiang dadiah. Ampiang tak lain adalah beras ketan merah yang dipipihkan, lalu
dadiah berupa fermentasi susu kerbau menyerupai yogurt, yang disimpan dalam
bumbung bambu. Keduanya merupakan penganan khas daerah- daerah sekitar Padang
Panjang, Bukittinggi, dan Tanah Datar. ”Tanpa mencicipi ampiang dadiah, belum
ke Padang Panjang namanya,” tutur Tya Setiawati, pemukim asal Ciamis yang
menetap di Padang Panjang sejak tahun 1999.
Ampiang dadiah disajikan dalam
mangkuk dengan kuah santan dan gula merah. Dadiah selalu dijadikan daya penarik
dan oleh sebab itu selalu diletakkan pada bagian atas. Rasa dadiah tidak seasam
yogurt. Teksturnya yang lembut segera lumer kalau menyentuh lidah. Kecapan rasa
asam yang samar segera ditimpa ampiang yang lembut. Rasa itu kemudian diperkaya
gula merah yang dicairkan. Ah, lengkap sudah, pagi jadi menyala....
#Salah satu menu andalan, kampiun
es, di Restoran Gumarang Padang Panjang.
Sejarah
Restoran Gumarang didirikan oleh
seorang veteran pejuang kemerdekaan bernama Muchtar Datuk Pisang tahun 1970.
Gumarang berarti kuda putih khas Minangkabau. Sejak awal berdiri, restoran ini
sudah dipadati pelanggan. Pertama-tama karena menunya seperti dalimo ketan dan
kacang padi ketan. Di sini juga ada teh taluah, minuman khas Minang yang
katanya bisa membikin mata terus terang....
Amris (40), kasir sekaligus
pramusaji Restoran Gumarang, menuturkan, restoran ini makin hari makin ramai
terutama saat diramu menu baru tahun 1975, yakni ampiang dadiah. Meski, kata
Amris, ampiang dan dadiah sudah lama dikenal masyarakat Padang Panjang, tetapi
disatukan dalam mangkuk oleh para peramu di Gumarang. ”Sekarang banyak yang
jual ampiang dadiah di kaki lima,” kata Amris.
Dadiah diolah secara tradisional
dengan menggunakan bumbung bambu sebagai wadah. ”Susu diletakkan di dalam bambu
dan diembunkan selama dua malam. Kadang kami memakai susu kerbau, kadang sapi.
Bambunya tidak boleh bekas, harus bambu baru,” kata Amris.
Dalam sehari, restoran ini bisa
menghabiskan 60 mangkuk ampiang dadiah. Harganya relatif terjangkau, Rp 20.000
per porsi. ”Ini menu paling diburu di Gumarang,” tambah Amris.
Menu andalan lainnya adalah kampiun
es. Menu ini menyatukan pisang kolak, cendol, cenil, ketan, dan kacang hijau
dalam satu mangkuk lalu disiram dengan santan manis. Lebih nikmat lagi jika
dicampur es batu. Ada rasa manis yang harum karena santan dan kelembutan yang
dibawa cenil dan ketan. Lalu tentu saja rasa kacang yang menawan dari kacang
hijau. Pelanggan bisa juga menikmatinya tanpa es mengingat Padang Panjang kerap
diliputi kabut yang membawa hawa dingin.
Sebagai pendatang kami bersepuluh
ingin mencicipi segala rasa Minang, yang mungkin ada di sini. Kami pesan dalimo
ketan, sari kayo ketan, sari kayo roti, kampiun es, teh taluah, dan tentu saja
ampiang dadiah. Makanan yang hampir semuanya manis itu begitu nikmat. Yang juga
mengesankan adalah rasa teh taluah yang hampir-hampir tidak menyisakan amis.
Rupanya, untuk menetralisasi sensasi amis itu, pramusaji menambah potongan
jeruk nipis untuk diperas ke dalam teh.
Kata Amris, Restoran Gumarang bisa
laris manis lantaran waktu masa awal berdiri belum banyak restoran. Pemilik
restoran kemudian membuka tempat baru, Rumah Makan Gumarang yang letaknya hanya
dipisahkan oleh gang di dalam pasar.
Rumah makan ini tak ubahnya rumah
makan padang pada umumnya. Menu utamanya rendang, gulai, dan makanan lain yang
tentu bersantan. ”Jadi di sini tempat makannya, di sana tempat camilan,” kata
Yuliani (37), kasir Rumah Makan Gumarang sambil menunjuk Restoran Gumarang.
#Restoran Gumarang, Padang Panjang
Sebagai pendatang, Tya Setiawati
hampir selalu mengajak para koleganya singgah di Gumarang. Bahkan, dua kali
dalam sebulan ia bersama Enrico, suaminya, secara khusus bersantai di restoran
sederhana itu. Gumarang boleh sederhana, kata Enrico, tetapi ia seperti simpul
dari masyarakat Padang Panjang, yang ingin mengudap kenangan. ”Ya, karena di
sini jejak-jejak Minang itu diwujudkan,” kata Enrico.
Dan, kapan pun kita rindu ranah
Minang, Gumarang adalah teman akrab yang membuat kita merasa tenang untuk
mencurahkan segala beban hati dan pikiran.
KEYWORDS: kudapan,tradisional.
TAGS: restoran gumarang.
DESCRIPTION: Pagi belum pergi.
Gunung Marapi di utara seperti sambung-menyambung dengan pebukitan yang emmerah
karena tempias cahaya. Para awak Restoran Gumarang sudah sibuk melayani
pengunjung. Tak cukup dengna nasi goring, mi, dan lontong, kudapan pun boleh
jadi di pagi hari begini.
Comments
Post a Comment