NKRI di Piringku


Syahdan, terjadilah petualangan satu malam yang tak terlupakan. Mulai dari menghirup Tapanuli, menyesap Bengkulu, mengeremus Flores, melumat Halmahera, hingga menggigiti Papua. Nusantaraku berdampingan mesra di dalam piring, menyuguhkan orkestra rasa yang
menyusup sampai ke hati. Di piring kita cantik, di darat kita damai.
Jenis beras yang tersohor itu beras bareh di Solok, Sumatera Barat, dan beras hitam adan krayan di Kalimantan Utara ditanak dalam dandang tembaga dengan api dari kayu bakar. Totalitas sang chef memang patut diapresiasi.
Momen hari kemerdekaan negeri tercinta pada 17 Agustus lalu paling sedap dirayakan dengan jamuan malam serba Indonesia. Kali ini bukan sekadar masakan Indonesia biasa. Di Nusa Indonesian Gastronomy, aneka masakan Indonesia yang diracik berdasarkan resep tradisional dari berbagai daerah disuguhkan penuh khidmat dan cinta. Restoran yang didirikan Ragil Imam Wibowo (44) ini—chef yang telah dikenal baik reputasinya—menempati bangunan kuno bergaya kolonial di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Sebelumnya, bangunan itu merupakan galeri seni. Penataan ruang interiornya bersahaja dan hangat, tanpa kesan pretensius. Kali ini, Chef Ragil menghadirkan rangkaian menu bertemakan ”Samudra Nusantara”. Bisa ditebak, masakan yang disuguhkan serba ikan dan sari laut (seafood). ”Supaya enggak ditenggelamkan Bu Susi (maksudnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti), malam ini kita makan serba ikan dan seafood, ya,” seloroh Tinus Hariadi, Brand Director Nusa Indonesian Gastronomy.

Misol
Kini, mari kita mulai bersantap. Di segmen amuse bouche (baca: amus buus)—semacam camilan ringan—kita sudah diajak berkelana ke beberapa daerah di Nusantara. Mulai dari tiram di pesisir Laut Jawa dengan dabu-dabu espuma, rujak pindang bali dengan bulung buni (rumput laut) dari Papua, sagu sap abon bobara dari Misol, Papua, hingga bakwan cumi dari Pulau Bitung. Keempat macam camilan mungil itu seperti penggelitik awal yang memancing rasa gemas. Chef Ragil membuat piza mini dari adonan sagu yang ditaburi abon ikan bobara (trevally fish) yang gurih. Segarnya air laut yang bening di Misol Raja Ampat pun terasa langsung menerpa ketika bulung buni menyentuh lidah. Hmm .... Kalau sudah gemes begini, tak sudi rasanya menunggu sajian utama terlalu lama. Untung saja pelayan segera menghidangkannya, dimulai dari gohu udang. Walau penampakannya sangat cantik, begitu tahu gohu yang datang, rasa tega ini lebih kuat untuk merusak tatanan di piring dan langsung melahapnya. Benar saja, udang mentah yang begitu segar ini layak dilumat berlama-lama demi menikmati kesegaran dan kekenyalannya. Apalagi ditingkahi asam segar perasan lemon cui dari Jailolo, Halmahera. Dan hey, taburan kenari rajang jailolo yang melumuri udang ini memberi sentilan gurih nan samar.

Terlena
Kini saatnya yang berkuah bertandang. Sup ikan arsik de- ngan rempah andaliman. Ah, langsung terkenang tanah Tapanuli yang melankolik dengan Danau Tobanya itu. Andaliman, yang kadang disebut merica batak, membawa ingatan tentang tonjokan rasa dan aroma menyengat yang khas. Dalam resep tradisional Tapanuli untuk ikan arsik ini, yang biasanya memakai ikan mas dari Danau Toba, Chef Ragil menggunakan ikan gindara yang diperoleh dari Kendari di Sulawesi Tenggara. Pelayan lalu menuangkan kuah sup dari bejana teko gerabah ke dalam piring berisi potongan gindara. Saat cairan sup kuning kemerahan terguyur keluar, aroma berempah segera terhantar ke udara. Dan... sejak hirupan pertama sup ini, waktu serasa berhenti. Masih sedikit tercenung, giliran si ikan gindara yang berlabuh di mulut. Duh, andai rasa ini bisa didokumentasikan seperti momen visual. Entah mana yang menjadi bintangnya, si ikan gindara atau kuah supnya. Sebab, keduanya layak bersanding di singgasana. Gindara yang segar dan luar biasa kenyal ini harus digumuli berlama-lama oleh lidah. Jika senikmat ini, permainan awal jangan sampai terlalu singkat bukan? Chef Ragil menyingkap sedikit teknik memasak sehingga rasa sempurna dapat tercapai. Bahan baku yang kualitasnya premium, seperti ikan, sepatutnya diperlakukan dengan teknik masak yang tepat. ”Lama memasak harus benar-benar tepat. Entah sangat sebentar dalam hitungan detik, atau sekalian lama,” katanya.

”Edible story”
Nusa Indonesian Gastronomy didirikan Chef Ragil dan istrinya, Meilati Batubara (43), dengan penuh semangat perjuangan dan militansi. Bagi Chef Ragil, inilah restoran yang sejak lama diidamkan suara kalbunya. Meski demikian, Nusa bukanlah restoran satu-satunya yang ia kelola kini. ”Ini semacam proyek idealisme saya,” katanya. Nusa menjadi etalase yang memuliakan Indonesia melalui khazanah masakan tradisional dari berbagai daerah, yang selama ini belum banyak tergali. Tak sekadar mengacu pada resep tradisional, Chef Ragil juga mendedikasikan dirinya untuk mengangkat bahan baku asli dari setiap daerah. ”Makanya, tak ada penganan dari terigu di sini. Kami pakai aneka tepung dari berbagai bahan baku lain yang tanamannya memang tumbuh di Indonesia. Mulai dari sorghum, sagu, dan lain-lain,” kata Meilati yang tekun mendatangi tamu-tamu sambil menjelaskan setiap menu yang terhidang. Chef Ragil mendatangi setiap daerah di Indonesia. Ia belajar langsung dari para sesepuh desa berbagai masakan tradisional mereka, mengeksplorasi aneka bahan baku pangan di daerah tersebut, dan menjalin mitra sejajar berkeadilan dengan para petani yang memasok bahan pangan tersebut. Tak meleset jika Nusa memasang pernyataan sebagai ”an edible story of Indonesia”, atau kira-kira berarti; cerita tentang Indonesia yang dapat dimakan.

Tutupan indah
Setelah sup ikan arsik tadi, sajian utama berikutnya masih ada gulai kepiting dan mahimahi sambal tempoyak, yang keduanya tak kalah mengesankan. Kepiting mungil nan gurih dari Papua dimasak dengan resep asal Bengkulu yang biasa hadir di hari pertama bulan Ramadhan. Sesaplah pelan-pelan kuahnya seolah momen ini hanya sekali saja mampir. Oh, ya, jangan lupakan nasi, kawan. Sebab, ini nasi istimewa yang ditanak dari beras bareh di Solok, Sumatera Barat, dan beras hitam Adan Krayan di Kalimantan Utara. Kedua jenis beras yang tersohor itu ditanak dalam dandang tembaga dengan api dari kayu bakar. Totalitas sang chef memang patut diapresiasi. Jelang pengujung jamuan, titik-titik sensor di lidah akhirnya dirangsang bangkit kembali oleh sorbet terung belanda dan markisa dari Berastagi, Sumatera Utara, yang berperan sebagai palate cleanser, pembersih lidah. Perannya amat krusial sebelum lidah dihinggapi menu penutup berupa kreasi cokelat. Benar saja, sajian penutup serba cokelat menjadi tutupan pamungkas yang indah. Kolaborasi sempurna dari cokelat asal Pidie, Aceh; Banyuwangi, Jawa Timur; Tabanan, Bali; dan Flores. Semuanya benar-benar tandas. Baiklah, usai sudah petualangan ini. Negara Kesatuan Republik Indonesia sukses mementaskan kenikmatannya di piring saji. Lantas, nikmat mana lagi yang mampu kita dustai? sorbet terung belanda. Sup ikan arsik. Rujak pindang bali dengan bulung buni papua. Gohu udang. Suasana makan malam di Nusa Gastronomi, Kemang, Jakarta, Kamis (17/8).[Sumber:Kompas, Minggu,Kompas 3 September 2017|OLEH: SARIE FEBRIANE]
#Sorbet terung belanda.
#Sup ikan arsik
#Rujak pindang bali dengna bulung buni papua
#Gohu udang
#Suasana makan malam di Nusa Gastronomi, Kemang, Jakarta, Kamis (17/8)

Comments

Popular Posts